Cinta

“KALAU aku mati, aku memilih mati dengan jalan cinta,” ujar seorang teman suatu ketika. Alangkah romantisnya dia. Ingin mati dengan jalan yang bernama cinta. Padahal, cinta itu sendiri tidaklah pernah mati. Cinta bukanlah kematian. Dan cinta tak akan pernah paham terhadap kematian.

Cinta tak pernah mati. Betapapun dia disiksa dan disakiti. Sudah banyak orang yang mencoba dan berusaha membunuh cinta. Ada yang dengan penghianatan, ada yang dengan penghinaan, ada yang dengan fitnah, ada yang dengan kebohongan, ada yang dengan pedang sekali pun. Tapi itulah, cinta ternyata tak mati-mati.

Banyak orang yang berusaha membunuh cinta. Ada orang tua yang berusaha membunuh cinta anaknya terhadap sang kekasih karena alasan kasta, kedudukan, pangkat, kekayaan, kehormatan, gengsi dan sejenisnya. Ada kakak yang membunuh cinta adiknya juga untuk alasan tertentu. Ada orang yang membunuh cinta seseorang karena justru ingin merebut cinta itu sendiri. Ada yang membunuh cinta karena memang tak pernah mendapatkan cinta. Ada yang membunuh cinta karena cinta itu sendiri. Tapi, begitulah, cinta ternyata tak bisa mati. Cinta tak pernah mati!

Cinta itu sumber kehidupan. Cinta itu inspirasi. Cinta itu sebuah perasaan yang tak dapat diterjemahkan dengan kata-kata. Cinta itu sesuatu yang tak bisa diurai dengan rumus, teori, nalar, akal sehat, filsafat, undang-undang, peraturan pemerintah, awig-awig, adat, budaya, hukum, puisi, lagu, dan seterusnya. Cinta itu bahasa alam semesta. Cinta itu gila, tetapi bukan kegilaan.

Cinta hanya bisa diungkapkan tanpa bisa diterjemahkan. Cinta bisa diungkapkan dengan bunga, tetapi bunga itu sendiri bukanlah terjemahan dari cinta. Cinta bisa diungkapkan dengan puisi, tetapi puisi pun bukan terjemahan cinta. Cinta bisa diungkapkan dengan lagu, dengan surat, dengan kata-kata biasa, dengan cincin berlian, dengan uang, dengan sebuah istana, dengan mobil, dengan jabatan, dengan hadiah-hadiah mahal, dengan..., cinta bisa diungkapkan hanya dengan pandangan mata saja atau dengan sekilas senyum bahkan.

Tapi cinta itu sendiri bisa membunuh. Cintalah yang membunuh seorang pemuda di suatu hari dengan seutas tali plastik di lehernya. Cintalah yang membunuh seorang gadis di suatu malam dengan sebotol racun serangga. Cintalah yang membunuh seorang prajurit di suatu daerah perbatasan dengan sepucuk pistol karena tak kuat menahan rindu terhadap kekasihnya. Cintalah yang membunuh para penjajah. Cintalah yang membunuh para penindas. Cintalah yang membunuh para teroris. Cintalah yang membunuh kebencian. Cintalah yang membunuh harapan, cintalah yang membunuh kewarasan. Cinta pula yang membunuh kegilaan.

Maka ketika cinta membunuh Juliet, cinta pulalah yang membunuh Romeo. Ketika cinta membunuh Sam Pek, cinta jualah yang membunuh Ing Tay. Ketika cinta membunuh Jayaprana, cinta jualah yang membunuh Layonsari. Ketika cinta membunuh perasaan kekasih saya, cinta jualah yang membunuh saya dari kehidupan yang wajar ini.

Maka itulah banyak orang yang berkata, bahwa cinta adalah anugerah sekaligus kutukan! Kalau saja saya diberi kesempatan memiliki cinta itu, maka saya tak akan gentar walau menjalani kutukan sekali pun! Sebab, saya percaya, Tuhan yang menjadi sumber segala cinta, akan tersenyum bahagia melihat cinta saya dan yang saya cintai. Akhirnya, apa lagi yang lebih baik kecuali menjalani saja cinta ini agar Tuhan ikut bahagia?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hmm, bli setuju gak, kalau cinta melampaui perbedaan? termasuk perbedaan agama,
salam :)

balidreamhome mengatakan...

apakah cinta juga sebenarnya pernah terlahir ? wew cinta, unbelievably beauty in mystery..

@Cerita Senja,
Saya yakin sebenarnya kekuatan cinta sangat mumpuni untuk sekedar melampaui perbedaan agama dan keyakinan, cuma manusia saja yang membuat cinta kadang2 kelihatan jahat :-)

Posting Komentar