Matematika

SEBULAN terakhir ini saya melakukan survei tidak resmi terhadap berbagai kalangan. Saya menyodorkan sebuah soal “matematika sederhana” kepada para siswa, orang tua atau wali murid, para pemilik warung dan warga masyarakat umum lainnya.

3 + 3 x 2 = … Inilah soal yang selalu saya sodorkan kepada orang-orang yang saya jadikan responden atau obyek survei ilegal tersebut. Soal ini tidak saja saya sodorkan kepada orang-orang di sekitar rumah saya, tetapi di berbagai tempat di mana pun sebulan ini saya berada. Di desa-desa, di sebuah rumah warga, di beberapa sekolah, di suatu perusahaan, di warung-warung kecil, di sebuah toko swalayan, bahkan juga di kamar tidur saya, pokoknya di berbagai lokasi. Para responden saya itu terdiri dari para siswa, ibu rumah tangga, para ayah, kuli, pejabat, aparat, tukang tagih cicilan, pemilik toko, seniman, supir angkutan umum, wartawan, dan kalangan lainnya kecuali guru sekolah.

Dari 100 lebih orang-orang yang telah menjawab soal tersebut, saya mendapatkan dua jawaban yang berbeda. Kelompok pertama menjawab 12, kelompok kedua menjawab 9.

12 adalah jawaban yang paling banyak saya dapatkan, yang jika diprosentasekan mencapai 90 persen lebih. Jawaban itu pun juga saya dapatkan dari beberapa siswa SMA dan SMK. Hanya beberapa gelintir orang yang menjawab 9, yaitu sekelompok siswa SMP dan istri saya sendiri.

Sayangnya, jawaban yang benar menurut Matematika adalah 9. Jadi, angka 12 yang menjadi jawaban mayoritas responden otomatis salah. Maka saya pun jadi terbayang dengan berbagai kemungkinan bahkan fakta di kehidupan sehari-hari warga masyarakat.

Saya bayangkan berapa banyak siswa-siswi tingkat SD yang mungkin saja meminta tolong kepada bapak, ibu, kakak, paman, bibi atau kakeknya, secara tak sengaja mendapatkan jawaban salah atas sebuah soal Matematika sederhana tersebut.

Juga termasuk diri saya sendiri. Andai saja pada suatu hari saya tidak pernah menonton sebuah acara “Belajar Matematika” dari sebuah stasiun televisi yang tak terlalu menarik perhatian publik, saya pun akan ngotot bahwa hasil dari  3 + 3 x 2 adalah 12. Karena saya tidak pernah tahu bahwa di dalam Matematika ternyata ada kaidah yang bernama “KABATAKU” alias “kali bagi tambah kurang”.  Saya tidak pernah tahu, bahwa di dalam hukum Matematika, “kali” dan “bagi” derajatnya lebih tinggi daripada “tambah” dan “kurang” sehingga “kali” dan “bagi” harus lebih didahulukan dalam suatu penyelesaian soal.

Pertanyaannya, sejauh ini sudah berapa persenkah warga masyarakat yang tahu tentang ‘kabataku’ itu? “Apa peduli saya? Apa pentingnya buat saya? Bagi saya, 3 ditambah 3 sama dengan 6, lalu kalau dikalikan 2 maka jawabannya ya 12. Di warung saya utulah yang berlaku!” seru seorang ibu pemilik warung dengan sengit kepada saya. Ampun, bu…

nanoq da kansas

7 komentar:

boyke satria negara mengatakan...

waduh, saya jadi ikut berpikir...

nanoq da kansas mengatakan...

Bayangkan jika seorang murid kelas 5 SD mendapat PR 5,3+16,2x9 = .... Kemungkinan besar dia akan bertanya kepada bapak atau ibunya di rumah. Padahal orang tuanya itu tidak mengerti dengan kaidah "kabataku", maka kemungkinan besar pula PR anak itu jadi salah. Dan ini tidak hanya terjadi pada satu atau dua orang murid...

Nasionalis Rock n Roll mengatakan...

herannya...kok persentase kelulusan bisa tinggi...

koelit ketjil mengatakan...

coba nanti saya tanya ke IKK yang Guru Matematika... :)

beni mengatakan...

haa., kalo saya jadi bingung... :D

BudakButut (BB) mengatakan...

hahahaa,,
survei yg unik bang!

untuk mencapai sesuatu yg diharapkan,ada kalanya tidak semua aturan bisa kita gunakan,dalam artian hrus ada patokan yg bisa digunakan untuk semua kalangan. so,mungkin dibuat aturan kabataku itu,,
jadi kepikiran ama cerita yg laen,
misalnya, penggunaan bhs sebagai jembatan penghubung komunikasi dg org luar, knp hrus bhs inggris?
jika jawabannya sudah mengglobal,,
itu belum sampai ke jawaban titik baliknya,krn mengglobal itu msh bersifat dampak,sama kya penggunaan bhs inggris tsbt.
ada sesuatu yg penting di situ,sebuah momentum perubahan yg menjadikan bhs trsebut bnyk dugunakan,
sama saja dg adanya perbedaan supporter indo dg negara lain,beda.
krna latar belakang'y pun berbeda,bukan fanatik ataupun terkesan mereka ugal2an,
ada momentum tersendiri yg membuat supporter indo seperti itu.


hahaha,,
nyambung g nyambung ttep nimbrung!

ikut ngeramein aja ya bang..

habbats mengatakan...

Terima Kasih sudah posting artikel yang bermanfaat. Semoga Sukses dan Silahkan Klik Tautan Dibawah Ini
MaduHabbatussaudaJual Minyak HabbatussaudaMinyak ZaitunProduk HabbatsProduk HerbalObat HerbalHabbatussauda Dosis TinggiHabbats.co.idHabbatsAozora Shop Onlinetoko onlineJual Baju AnakJual Baju BayiJual Baju DewasaJual Sepatu BayiJual Sepatu anak AnakJual Sepatu DewasaJual Perlengkapan BayiJual Perlengkapan Anak AnakJual Perlengkapan DewasaTupperwareTupperware MurahTupperware UpdateTupperware Bandung juaraJual TupperwareKatalog TupperwareJual Online TupperwareTupperware ResepTupperware katalog baruRaja Tupperware BandungCollection TupperwareMadu Anak SuperMadu Anak CerdasJual Madu Anak SuperPusat Jual Madu Anak SuperJual Madu SuperMadu Anak SuperJual Madu AnakToko Madu AnakAgen Madu Anak SuperDistributor Madu Anak Super

Posting Komentar