Puasa

Setiap bulan puasa beberapa tahun belakangan ini, saya selalu teringat Mbah Danu, Mbah Sinem, Mbah Wongso, Mbah Gareng, Mbah Bariah, Mbah Saido, Mbah Taridi dan mbah-mbah para tetangga kami yang Jawa tiga puluh tahunan lalu. Waktu itu saya masih kecil. Tetapi hampir setiap malam, mendengar suara mereka menembangkan Dhandanggula, Sinom atau Pangkur tidak jauh di seberang kali yang membatasi kampung kami. Saya dan orang tua tinggal di timur sungai – kampung orang Bali, sedang para mbah itu di barat sungai – kampung orang Jawa.

“Mbah Sinem sudah pulang dari langgar. Itu suaranya nembang pangkur,” demikian nenek memberi tahu saya atas tembang sayup-sayup yang dibawa angin malam itu. “Sekarang mereka pasti begadang sambil menunggu sahur,” lanjut nenek lagi. Dan benar, kalau saya tertidur beberapa jam kemudian, tembang yang sayup-sayup dari seberang sungai itulah yang mengiringinya. Kadang saya bermimpi jadi seorang raja seperti cerita dalam tembang pangkur itu. O ya, saya sejak kecil cukup fasih berbahasa Jawa. (Apalagi nenek saya. Ia berbahasa Jawa nyaris sempurna. Ya, karena rumah kami memang berbatasan dengan kampung Tetelan, kampungnya para Mbah Jawa itu). Jadi, cerita-cerita dalam beberapa tembang Jawa itu pun dapat saya mengerti. Dan keliaran imajinasi dalam kepala kecil saya itulah yang sering mengantar saya dalam mimpi-mimpi aneh tetapi indah.

Ya, setiap bulan puasa, atau sepanjang bulan Ramadhan beberapa tahun belakangan ini saya selalu ingat para Mbah Jawa itu. Pertama karena kerinduan akan tembang-tembang mereka sepulang dari langgar sambil menunggu waktu sahur. Kedua, saya kangen pada cara hidup mereka yang begitu sahaja.

Dulu saya tidak pernah melihat bulan puasa membuat orang sesibuk sekarang. Dulu, tiga puluh tahun yang lalu, saya kecil bahkan dapat merasakan bagaimana tenang dan damainya bulan puasa. Kendati berpuasa, para Mbah Jawa di seberang sungai itu tetap bekerja di kebunnya, sibuk dengan tanaman-tanaman jagung, ketela atau pisang-pisangnya. Memang tidak sehari penuh seperti biasanya. Tengah hari mereka tidur sebentar. Lalu sebagai petani tulen, sepanjang sore, mereka tetap mengerjakan hal-hal kecil seperti memperbaiki kurungan ayam, memperbaiki kungkungan (rumah lebah dari batang pohon pinang) yang mereka gantung berderet di pohon-pohon kopi seluas halaman rumah mereka, sambil menunggu maghrib saat berbuka lalu mereka sholat tarawih ke langgar. Dan sepulang dari langgar, begitulah mereka menghabiskan malam dengan tembang-tembangnya.

Saya kangen pada cara hidup mereka yang sederhana. Menjalani ibadah sepanjang bulan puasa, para Mbah Jawa itu tak pernah direpotkan oleh tetek bengek yang kini terkesan begitu berlebihan. Cobalah sekarang dengar obrolan para ibu rumah tangga yang menjalankan ibadah puasa.
“Aduh Mbak Yu, nanti malem berbuka pakai apa ya?”
“Saya masak opor ayam saja. Juga bikin kolak pisang. Tapi kok sulit ya nyari pisang yang baik?”
“Kalau saya sih sudah bosan dengan kolak dan opor. Mungkin saya mau masak gule saja dan bikin es cendol. Anak-anak juga pada minta puding.”
“Saya nanti beli di warung saja. Sekarang kan banyak warung yang menjual makanan buat berbuka. Tapi saya mau bikin kolak juga nih. Di mana ya nyari pisang?”
“Saya masak soto dan sate daging sapi. Juga bikin kue lapis keju.”
“Mbok ya pinjemi saya buku resep masakannya, Mbak Yu. Saya sudah bingung mau masak apa. Rasanya sudah semua jenis masakan saya coba.”
“Eh, saya mau bikin ayam panggang bumbu rujak sama sop buntut. Soalnya nanti suami saya mau buka puasa bersama teman-teman kantornya di rumah. Minumnya pakai apa ya biar pas? Ah, es sirup markisa saja mungkin.”
“Aduh, di mana ya nyari kelapa muda pakai buka puasa nanti?”

Astaga! Sekarang saya sering bingung mendengar para ibu rumah tangga sepanjang bulan puasa ini. Entah kenapa bulan puasa tiba-tiba menjadikan mereka begitu sibuknya tentang masakan dan makanan. Bahkan tidak saja di kota, para ibu-ibu rumah tangga di kampung pun tak berbeda. Sekonyong-konyong mereka merasa begitu kebingungan tentang makanan dan berebut mencari buku resep masakan hanya agar bisa menghidangkan sesuatu yang istimewa saat berbuka puasa. Dan sepanjang bulan puasa ini, sebagian besar pikiran mereka justru terkuras hanya pada soal-soal makanan yang enak-enak.

Sementara itu televisi juga tak kalah cerewetnya. Sebagian besar iklan dihabiskan oleh berbagai produk makanan yang ditawarkan dengan iming-iming “pas untuk berbuka puasa”. Kecap, penyedap rasa, ayam kentucky, roti, biskuit, susu, hingga es krim tiba-tiba menjadi ikut diistimewakan setingkat dengan keistimewaan bulan puasa itu sendiri. Padahal di saat yang sama pula, di televisi, para tokoh agama wanti-wanti bicara soal pengendalian hawa nafsu. Bahwa bulan puasa, sama sekali tak pernah disinggung para kiyai dan tokoh-tokoh agama lainnya adalah bulan yang mesti dilengkapi dengan berbagai hidangan istimewa di meja makan untuk berbuka.

Maka begitulah saya teringat dengan para Mbah Jawa di sebelah kampung saya yang hidup tiga puluhan tahun silam. Kendati mereka menjalankan ibadah puasa, berbuka atau sahur bagi mereka bukanlah sesuatu yang mesti diistimewakan dalam hal menu makanannya. Saat berbuka, mereka tetap saja bersyukur dan bahagia dengan nasi jagung, sayur daun ketela dan tempe goreng serta singkong rebus yang memang sehari-hari sudah menjadi menu mereka. Waktu itu, kendati saya bukan muslim, saya kecil sering juga diajak makan bersama saat mereka berbuka puasa. Walau saat itu juga saya tak mengerti hakekat bulan puasa kecuali hanya bisa ikut merasakan ketenangan dan kedamaiannya. Sekarang saya kangen dengan mereka. Dengan kedamaian dan kesahajaan itu!
nanoq da kansas

3 komentar:

Unknown mengatakan...

mesti bukan seorang muslim, sangat bersyukur bisa merasakan bulan puasa, mungkin ini semacam cinta yang lebih dari sekedar basa-basi ucapan "selamat" lewat sms atau sepanduk dipinggir-pinggir jalan.
Tapi bagaimana dengan nanti Lebaran...apakah seperti biasanya...? He..he...

balidreamhome mengatakan...

puasa yang sudah berganti wajah :-)
sekarang lebih mejadi kontes dan semacam special event aja bro. plastik dan pura - pura :-) Semoga masih banyak yang menjalankan puasa secara benar dan jujur..

situs poker mengatakan...

Mantap gan artikel nya :)

Agen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola

Posting Komentar