"Ngalih-Ngalihin"

Di Bali, ada istilah ngalih-ngalihin yang dalam bahasa Indonesia artinya mencari-cari. Semua orang punya alasan untuk mencari-cari. Saya mencari-cari waktu untuk bisa ngobrol dengan Anda, sementara Anda mencari-cari tempat untuk bisa ngobrol enak dengan saya. Teman saya mencari-cari kesibukan untuk mengisi waktu pensiunnya, teman Anda mencari-cari rejeki untuk menambah pendapatan keluarganya. Teman saya punya teman mencari-cari obat buat ibunya yang sakit, teman Anda punya teman mencari-cari uang buat mencicil mobil.

Mencari-cari adalah semacam hiperbola untuk menegaskan sesuatu agar terkesan lebih besar, lebih serius, lebih bener-bener, di antara aktifitas sekedar mencari. “Saya mencari uang”, berbeda kesannya dengan “Saya mencari-cari uang”. “Saya mencari alasan” sangat berbeda dengan “Saya mencari-cari alasan”. Yang terakhir terkesan lebih serius dan lebih berat, karena terdengar atau terkesan tidak mudah. “Saya mencari-cari anak” terkesan lebih menegangkan dari kalimat “Saya mencari anak”. Demikian seterusnya.

Sama dengan dalam bahasa Indonesia, ngalih-ngalihin juga bisa berkonotasi “keterlaluan”. Maksudnya, ngalih-ngalihin atau mencari-cari itu konotasinya bisa sekonyong-konyong buruk atawa negatif. Kalimat “dia mencari-cari” oleh yang mendengarnya langsung berkonotasi sebuah perilaku tak bersahabat. Dan kalimat itu pun lantas bisa ditimpali dengan: “Kalau begitu, lawan saja!” Padahal kata “mencari-cari” tersebut sama sekali belum atau tidak ditambahi oleh sebuah obyek pun di belakangnya, tetapi langsung dianggap menyatakan sesuatu yang keterlaluan.

Istilah ngalih-ngalihin atau mencari-cari, biasanya sebagai jalan keluar ketika orang sudah tidak tahu bagaimana menyebutnya dengan istilah yang lebih manis. Bisa juga sebagai ungkapan frustrasi, muak, atau sudah tidak tahan terhadap prilaku orang atau pihak lain. Misalnya Anda secara bertubi-tubi disoroti, dikatakan, dinilai, dipojokkan, di... pokoknya salah. Sedikit pun dari yang Anda lakukan tidak ada yang dianggap benar. Maka Anda yang merasakannya, bisa berkata bahwa orang atau pihak yang itu terlalu mencari-cari. Maka Anda pun punya alasan untuk mengeluh, bosan, muak dan akhirnya marah. Dan Anda bisa berdalih atau beralibi: “Habis, dia sih yang terlalu mencari-cari, maka kesabaran saya habis, makanya saya ...”

Tetapi siapakah yang paling suka ngalih-ngalihin atau mencari-cari itu? Jawabannya adalah “semuan orang”. Jawabannya adalah saya dan Anda sendiri. Itu pasti. Pasti kita pernah dan suka ngalih-ngalihin atau mencari-cari.

Sudah tahu selingkuh itu tidak baik, tetapi ketika ketahuan kita masih juga mencari-cari pembenar. Sudah jelas-jelas naik motor atau mobil tidak bawa SIM, ketika kena razia masih juga mencari-cari alibi. Sudah jelas malam minggu kemarin ingkar janji, tetap saja ngotot mencari-cari alasan. Sudah diberitahu sebagai warga masyarakat itu wajib punya KTP atau Kipem, tetap saja mencari-cari pembenar. Sudah diinstruksikan bahwa birokrasi untuk mencari KTP itu jangan dipersulit, para oknum tetap saja mencari-cari alasan untuk mempersulitnya. Sudah jelas-jelas berhianat terhadap pacar, masih juga mencari-cari argumen bahwa itu tidak berhianat.

Dalam urusan ngalih-ngaihin atau mencari-cari ini, kita paling suka ngalih-ngalihin kejelekan orang lain. Ngalih-ngalihin kelemahan orang lain. Ngalih-ngalihin kesalahan orang lain. Ngalih-ngalihin rahasia orang lain. Ngalih-ngalihin urusan orang lain. Tujuannya, yang paling sederhana adalah biar ada bahan untuk bergunjing atau ngegosip. Biar ada aja bahan atau alasan untuk diobrolkan dengan tetangga, geng, kroni, sekutu, teman, suami, istri, boss, pacar dan lain sebagainya. Dan ngomongin atau bergunjing tentang kesalahan, kelemahan, kejelekan ataupun rahasia orang lain, adalah alat paling jitu di samping uang untuk mencari teman atau kroni, atau sekutu.

Tujuan lainnya, disadari atau tidak, adalah untuk menghibur diri sendiri. Untuk tombo ati, agar kita merasa lebih baik dari orang lain. Agar kita merasa lebih hero dari orang lain. Agar kita merasa selalu lebih benar dari orang lain. Sudah jelas-jelas seseorang itu lebih cantik, lebih ganteng, lebih berprestasi dari diri kita, tetapi kita masih juga mati-matian untuk ngalih-ngalihin kejelekannya. Di depan mata kita dan juga di depan umum bahwa seseorang telah nyata-nyata lebih baik dari kiita, toh kita masih saja berusaha ngalih-ngalihin kekurangan orang itu. Lalu dengan pongah kita lantas berkata: “Ah, dia kan......”

Bagaimana kalau saya misalnya ngalih-ngalihin terhadap Anda?

1 komentar:

Posting Komentar