Perempuan, Emansipasi dan Proporsi

Bicara tentang “perempuan, pendidikan dan kesempatan”, dalam konteks hari ini tentu sudah tidak menjadi sesuatu yang luar biasa. Berbeda dengan beberapa dekade silam, untuk ukuran Indonesia atau negara-negara di dunia ketiga lainnya, korelasi antara perempuan, pendidikan dan kesempatan seolah merupakan harapan yang nyaris mustahil. Karena ada jaman di mana kesempatan untuk memperoleh pendidikan serta mengembangkan diri dalam kualitas yang sama dengan laki-laki, tertutup rapat bagi kaum perempuan.


“Pada umumnya kaum perempuan sekarang bahkan sudah tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya mereka berada pada jaman di mana emansipasi sama sekali tidak dikenal. Perempuan sekarang bisa menganggap lucu cerita-cerita mengenai kaumnya di jaman dulu. Karena sekarang secara umum perempuan telah mendapatkan akses pendidikan serta kesempatan sama dengan kaum laki-laki,” demikian seorang sahabat saya, perempuan penggiat budaya dan pelaku LSM di Jakarta, berkomentar seputar perkembangan feminimisme.


Namun demikian, ibu berputra satu ini toh mengakui bahwa persoalan kesempatan yang sudah cukup demokratis saat ini justru sering diabaikan oleh kaum perempuan sendiri. “Tanpa maksud melemahkan kaum sendiri, harus diakui bahwa perempuan juga sering maunya yang enak-enak dan gampang saja. Sebagian besar perempuan masih malas berpikir untuk membuat gagasan menyeimbangi laki-laki. Sebagian besar perempuan malah sama sekali enggan bersaing dengan kaum laki-laki, tetapi justru berseteru dengan sesama perempuan. Dan dalam konteks ini persaingan dan perseteruan paling banter hanya soal penampilan secara fisik. Antar perempuan tak mau kalah cantik. Fenomena itu masih dominan,” lanjutnya. Saat itu kami ngobrol di halaman Taman Ismail Marzuki (TIM), seputar dunia perempuan sehabis nonton pementasan monolog oleh Cok Savitri.


Kalau pun saat ini masih banyak pula kaum perempuan yang tidak sempat mengenyam pendidikan secara ideal, hal ini lebih sebagai kasus, bukan lagi murni sebagai diskriminasi global. Atau jika masih banyak perempuan yang ditinggalkan oleh kaum laki-laki dalam berbagai peran dalam berbagai aspek kehidupan modern, itu lebih disebabkan oleh keengganan kaum perempuan sendiri dalam bersaing. “Harus jujur diakui, kaum perempuan masih kalah gigih dengan laki-laki dalam bersaing. Itu saja,” tandas sahabat itu.


Salah Kaprah
Dalam sebuah kesempatan diskusi, sebelum menjadi bupati di Banyuwangi, Ratna Ani Lestari pernah menyatakan bahwa penerjemahan emansipasi serta kesetaraan gender sering disalahartikan oleh kaum perempuan saat ini. Emansipasi dipahami secara mentah-mentah bahwa perempuan harus bisa melakukan apa saja yang dilakukan laki-laki. “Ini sebuah pemahaman yang tidak sepenuhnya tepat. Emansipasi bukannya lantas membuat perempuan harus selalu bisa mengambil setiap tugas dan peran laki-laki, tetapi bagaimana memberikan dukungan serta partisipasi yang nyata agar tugas laki-laki tersebut menjadi lebih mudah diselesaikan,” demikian Ratna.


Bahwa perempuan haruslah tetap pada keperempuanannya. Tidak masuk akal gara-gara emansipasi lantas perempuan minta kebebasan yang sama untuk setiap hal dengan laki-laki. Demikian juga sebaliknya, laki-laki pun harus memahami emansipasi secara proporsional. “Sulit dibayangkan, gara-gara emansipasi seorang perempuan harus menggantikan suaminya meronda malam-malam di poskamling misalnya. Atau seorang perempuan harus menggantikan suami atau anak lelakinya untuk menangkap ikan ke tengah laut. Secara fisik mungkin tidak ada masalah, tetapi dari sisi etika jelas kurang baik. Jadi, di dalam mempergunakan kesempatan yang ada serta menerjemahkan emansipasi dan kesetaraan gender, aspek etika dan kepatutan tetap harus dipertimbangkan,” lanjut Ratna.


Perempuan yang sempat menjadi wakil rakyat di DPRD Kabupaten Jembrana (Bali) ini, lebih lanjut mengatakan, masalah penampilan bagi kaum perempuan juga senantiasa harus tetap diperhatikan. Bahwa perempuan memang harus cantik dan luwes, sementara laki-laki memang harus gagah. Hanya saja, kecantikan dalam hal ini bukan berarti fisik semata, tetapi daya pesona yang terpancar dari dalam diri setiap perempuan. “Ini menyangkut masalah perilaku, kecerdasan berpikir dan bicara, dan juga etika. Sementara luwes bukan berarti perempuan harus lemah lembut. Bahwa dengan berperilaku yang proporsional sebagai penyandang kodrat perempuan, dengan sikap tahu diri dan tahu tempat, di sanalah sejatinya perempuan telah membantu laki-laki. Artinya, emansipasi dan kesetaraan gender mestinya tidak merecoki laki-laki, tetapi membantu menyelesaikan tugas dan peran laki-laki melalui kodrati keperempuanan itu sendiri,” pungkas Ratna, istri Prof. Winasa, Bupati Jembrana itu.

Nanoq da Kansas

5 komentar:

Anonim mengatakan...

paman...
karena sudah ngentuk dan capek...

saya Copas aja yah tulisannya...
biar bisa baca di rumah...

salam kenal

tyasjetra mengatakan...

kata laki2, perempuan emang suka bikin bingung...
aku bilang, emang iya, kadang2..

kalo dibilangin jangan gini jangan gitu sama laki2, perempuan bilang udah gak jaman..., emansipasi.., kesetaraan gender...
tapi kalo ngomongin masalah siapa yg harus mencari nafkah dalam keluarga, perempuan masih amat sangat mengharap banyak, laki2 yg memegang peran itu..

hehe, mau enaknya sendiri ya??
aku akui... iya..

Kemala Astika mengatakan...

Lalu menurut seorang nanoq da kansas,,,perempuan harus berupa apa?

La.

nanoq da kansas mengatakan...

aku gak bisa komen soal emansipasi. tapi kukirim aja puisiku ini:


surat kepada ibu

berujung jugakah kemarau
di sini, ibu? mataku terkubur abu
pohonan hangus di tanah kupu-kupu
merindukan jemari rampingmu
menambal koyak cakrawala
sepanjang darah air mata tanah airku

pagi yang kemudian menjenguk jiwaku
di persimpangan benda-benda; menyuguhkan
segelas embun
mungkinkah tuhan sedang rindu
pada taman-taman yang telah mati
dalam sajakku?
kapan

aku boleh meneguknya? sementara setiap rambu
tak hentinya menyuntikkan serum duka ke dadaku
satu jam sekali sejarah menuangkan
cairan penghilang rasa sakit
ke dalam jahitan kepalaku
dan

ketika aku sampai ke alamat cintamu
barangkali aku sudah tak butuh apa-apa
kecuali kehangatan ramping jemarimu
untuk mengikatkan seutas benang doa
pada jiwaku yang tertinggal di halte-halte

situs poker mengatakan...

mantap gan artikel nya

Agen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola

Posting Komentar