Anjing

KARENA jengkel dan dendam kepada para anjing, seorang teman saya akhirnya ingin menjadi anjing. “Habis, saya jengkel sekali pada mereka. Masak orang lewat dan jalan dengan baik-baik dikejar dan digonggongnya. Maka saya pikir, satu-satunya jalan untuk melawannya adalah saya juga harus jadi anjing,” ujar teman itu.

Saya menertawakannya. Mengatakan rencananya itu sebagai sebuah gagasan yang berlebihan. Saya juga mengingatkannya bahwa hidup sebagai manusia jauh lebih bagus dari menjadi seekor anjing. “Jadi kita, kau terutama, patut bersyukur karena dalam kehidupan yang memang susah-susah gampang ini diberi kesempatan menjadi manusia. Dengan menjadi manusia, begitu banyak kemungkinan yang bisa kita lakukan dengan cara-cara yang manusiawi.”
“Melakukan sesuatu dengan manusiawi?” Dia bertanya dengan nada mencibir.
“Misalnya, kita bisa pacaran dengan cara yang lebih baik dari seekor anjing. Tak perlu meraung-raung di jalanan atau di lorong-lorong. Tak perlu berkelahi saling menunjukkan keperkasaan untuk menarik perhatian lawan jenis.”
“Bah, sepele sekali argumenmu.”
“Lho, hidup ini kan tidak melulu harus dirumitkan.”
“Apa lagi yang lebih baik dari anjing?”
“Hhh, kamu ini ya. Banyak yang lebih baik dan manusiawi. Misalnya lagi dalam hal makan, kita tak perlu menjilat-jilat makanan di tanah seperti anjing-anjing itu. Tidur juga, kita bisa tidur di tempat yang bagaimana pun keadaannya tetap lebih bagus dari tempat tidur anjing. Kita juga bisa berpakaian sesuai selera. Anjing tidak. Semua anjing bahkan telanjang.”
“He he he...”
“Kenapa tertawa?”
“Kau terlalu sederhana. Dan semua argumenmu itu tak akan pernah dimengerti oleh anjing-anjing.”
“Maksudmu?” Saya malah jadi bingung.
“Bagaimana kalau kita mencampakkan cinta atau cinta kita dicampakkan begitu saja? Apa itu manusiawi? Bagaimana kalau untuk mendapatkan makanan saja kita juga tega saling tindas, saling tipu, saling rebut? Meski kita bisa makan di restoran super mewah tetapi biaya makan itu kita dapat dari merampok atau mengkorup sesuatu, apa juga manusiawi? Pokoknya aku tak suka pada anjing-anjing itu. Aku punya dendam sendiri terhadap mereka.”

Lebih lanjut teman itu berasumsi bahwa hanya dengan menjadi anjinglah maka anjing-anjing itu akan bisa mengerti.
“Manusia tidak akan pernah dimengerti oleh anjing. Demikian pula sebaliknya,” lanjutnya lagi.

Saya kehabisan kata-kata. Maka saya memilih diam ketika dia meninggalkan saya tetap dengan rencana dan gagasannya untuk menjadi anjing.

***

ANJING, sesungguhnya adalah teman yang setia bagi manusia. Maksudnya bagi tuannya. Maka tidaklah aneh kalau banyak anjing peliharaan yang berani menggigit para tetangga, hanya gara-gara tetangga itu lewat di depan rumah tuannya. Anjing tak pernah berpikir jauh, apakah orang yang lewat itu sedang berbuat jahat atau hanya sekedar lewat karena tidak ada jalan lain untuk dilewati. Pokoknya gonggong, kejar, bila perlu gigit saja. Anjing juga tak sempat menyediakan otaknya untuk menimbang, apakah perintah tuannya merupakan perintah yang berdasarkan akal sehat atau hanya karena emosi, dendam atau dengki, pokoknya begitu diperintah, langsung gonggong, kejar dan gigit. Itulah bukti bahwa anjing adalah teman yang sangat setia bagi tuannya.

Dan sesungguhnya kalau dipikir-pikir, keinginan teman saya tadi untuk menjadi seekor anjing, bukanlah sesuatu yang aneh atau luar biasa. Di zaman yang serba jumpalitan ini, tanpa banyak omong toh memang sudah banyak orang atau manusia yang merubah dirinya menjadi anjing. Paling tidak, dalam wujud mereka masih manusia, tetapi dalam posisi, mereka secara sukarela mengambil posisi anjing. Banyak orang yang mengambil posisi sebagai anjing penjaga, anjing pengawal, atau anjing pemburu. Menggonggong sana-sini, mengejar lalu menggigit tanpa tahu apa persoalannya.

“Lihatlah anjing-anjing penjajah itu. Demi sekerat keju mereka rela menjilat-jilat kaki tuannya. Kita harus habisi mereka! Merdeka!” demikian sepotong dialog sebuah sandiwara satu babak yang sering kami pentaskan dulu setiap perayaan tujuh belasan di desa.

Dan entah kenapa kami selalu suka memainkan sandiwara-sandiwara semacam itu. Beberapa teman yang badannya besar-besar kami pilih untuk memerankan para antek-antek penjajah di zaman kolonial dulu. Sementara kami yang memerankan para pemuda pejuang selalu berbadan kerempeng tetapi berpura-pura hebat dengan semangat yang berapi-api. Anehnya lagi, kami yang memerankan para pejuang maupun memerankan para antek-antek penjajah itu, selalu saja menyelipkan kata-kata ‘anjing’ dalam lakon sandiwara kami. Kami menyebut teman-teman yang memerankan para antek penjajah itu dengan sebutan ‘anjing penjajah’, sementara mereka menyebut kami yang memerankan para penjuang sebagai ‘anjing pribumi’. Tetapi yang paling menyenangkan adalah di akhir cerita kami para anjing pribumi akhirnya selalu mengalahkan para anjing penjajah. Dan kami para anjing pribumi yang berbadan kerempeng dan sok jagoan ini selalu mendapat tepuk tangan riuh dan pujian dari para penonton terutama gadis-gadis desa.

Tapi sekarang sandiwara-sandiwara seperti itu sudah tak ada lagi pada setiap perayaan tujuhbelasan. Anak-anak muda sekarang memilih kegiatan yang lebih manusiawi daripada seperti kami dulu yang hanya bisa menjadi anjing-anjingan.

***

SAYA termasuk orang yang suka pada anjing. Maksudnya, saya pun orang yang percaya pada kesetiaan anjing. Dulu ketika saya masih tinggal di kamar kos di kota, tuan rumah saya pernah punya anjing bernama Bento seperti judul lagu karya Iwan Fals penyanyi ballada itu. Bento adalah anjing yang lucu sekali. Bentuk badannya kecil dan pendek, walau dia asli anjing lokal.

Suatu hari Bento dibiarkan keluar rumah. Maksudnya biar bisa jalan-jalan mencari angin segar di depan rumah. Maka Bento pun mempergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Menggaruk-garuk tanah, melompat, berlari dan kencing di batang pohon palem di depan rumah.

Tiba-tiba sebuah sepeda motor meraung dari arah depan sana. Persis saat mereka melewati Bento yang sedang asyik mencium-cium rumput, dua orang pemuda berbadan tegap sekonyong-konyong menyambitkan besi panjang bengkok yang mirip pancing raksasa ke arah Bento. Crrassss!!! Tepat mengenai leher Bento. Bento menjerit dan meronta. Tapi anjing kecil itu tak bisa melepaskan diri. Pengait itu masuk begitu dalam pada lehernya. Saya terpaku memandangnya. Pengendara sepeda motor itu pun menancap gas membawa tubuh Bento tanpa sempat kami tolong.

Lalu di suatu tempat, sekelompok manusia menyayat-nyayat daging seekor anjing yang baru saja disambitnya di jalan. Mereka merebusnya dan juga menusuk-nusuknya menjadi sate. Saya bertanya dalam hati, kenapa manusia tega berlaku begitu kejam kepada temannya yang setia, walau dia bernama anjing?

Saya berpikir, bahwa ternyata menjadi anjing sungguh tidak aman. Maka saya harus segera pergi mencari kawan yang ingin menjadi anjing itu. Saya harus mencegahnya!


suatu senja
nanoq da kansas

7 komentar:

Diana Yusuf mengatakan...

wah ntuh anjing siapa kang yang lepas

JO mengatakan...

Dulu aku juga gak suka anjing beli. Ternyata anjing memang sahabat manusia yang menyenangkan. Taun ini rencana aku mau ambil anjing kecil buat temen :).

zener_lie mengatakan...

artikelnya bagus hingga membuatku tak bisa berkata-kata.

tapi setelah membaca keseluruhan. saya malah bertanya mengapa anjing itu setia terhadap tuannya?

karena anjing jadi-jadian akan setia bila ada sesuatu dan akan memberontak bila keinginannya tidak terpenuhi.

apakah anjing itu tahu apa artinya balas budi?

bagian terakhir sekelompok manusia menyayat-nyayat daging seekor anjing. kumerenung sejenak apakah manusia juga bisa menyanyat-nyanyat anjing jadi-jadian. dan bagaimana???

karena saat ini kumerasa jumlah anjing jadi-jadian lebih banyak daripada anjing pudel yang lucu dan gigitannya lebih sakit daripada anjing herder.

Unknown mengatakan...

kalau saja anjing itu berpredikat penggigit mungkin lebih baik menghindar lewat jalan memutar saja, tapi kadang ada yang pura-pura tidur eh..saat kita lewat tanpa ada kecurigaan malah menyerang betis. Begitu pula kitapun sering agak was-was meski hanya sekedar menggonggong...mungkin sapaan selamat datang, atau sebuah syarat agar kita selalu menghargai bahwa "disini" sayalah penjaga keamanan (anjing)

Mentari Yousof mengatakan...

hakakakaa....lucuu..cepeet tuh mas cariin temennya yg nekat mo jd anjing..takutnya telat ternyata dah didemo, disate dan dibakar heuheu..

lynn_dani mengatakan...

saya pernah dikejar sama anjingnya mas nanoq pas ke rumah mas nanoq naek motor....hu...hu...hu...
malunya...habis, saya sampai jejeritan histeris dikejar anjing2 itu.... ~_~
gak taunya, mereka baik...cuma ngajak "main"... :p

situs poker mengatakan...

Mantap gan artikel nya :)

Agen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola
Agen Bola

Posting Komentar