Nyepi: Rendezvous bagi Indonesia

Saya tersentuh dengan tulisan Renungan Perayaan Nyepi (Tahun Baru Saka) yang dilakukan oleh umat Hindu Bali, yang saya baca di SEKOLAH INTERNET siang ini. Tulisan sahabat blogger ini adalah satu dari sekian banyak artikel atau tulisan tentang Nyepi yang telah pernah dimuat oleh berbagai media massa, buku maupun artikle-artikel lepas selama ini. Terima kasih untuk sehat dengan reiki atas artikelnya.

Bahwa demikianlah, Nyepi bagi umat Hindu Bali di Indonesia, merupakan sebuah ritual tahunan untuk menyambut pergantian tahun Saka, sebuah penanggalan yang diciptakan Aji Saka berdasarkan peredaran bulan, yang uniknya (kalau tidak boleh dibilang ganjil), oleh umat Hindu Bali justru diperingati dengan patokan setiap bulan mati (Tilem) di Sasih Kesanga (bulan sembilan) penanggalan Jawa.

Dari keunikan atas patokan peringatannya ini saja menunjukkan bahwa Nyepi merupakan sebuah momentum yang bersifat multikultur, bahkan mungkin post-culture.

Tapi satu hal lagi yang saya catat dari perayaan Nyepi di Bali, bahwa momentum ini juga merupakan pengejawantahan semangat toleransi yang paling hebat di dunia. Baik sebagai toleransi antar-umat beragama, maupun toleransi antar-umat beragama dengan non-agama (penganut atheis), toleransi antar-kepentingan berbagai aspek hidup, mulai dari aspek spiritual maupun aspek sosial dan formal kebangsaan maupun kenegaraan (kepentingan duniawi). Pendek kata, Nyepi di Bali adalah satu-satunya bentuk multi-toleransi bahkan hyper-toleransi di dunia.

Dapat kita lihat secara kasat mata, dalam perayaan Nyepi dari dulu hingga sekarang, seluruh umat beragama non Hindu di Bali turut menerima sekaligus melaksanakan Nyepi dengan “kesempurnaan” yang sama dengan umat Hindu. Pada saat Nyepi, masjid, gereja, wihara dan tempat-tempat ibadah lainnya tidak ada yang melakukan aktifitas (baca: keramaian) sama sekali, termasuk juga tidak menyalakan lampu selama 24 jam. Pada hari Nyepi, adzan di masjid dilakukan tanpa pengeras suara. Umat Islam yang hendak menunaikan sholat di masjid, jika rumah mereka kebetulan agak jauh, mereka ke masjid dengan berjalan kaki tanpa menggunakan kendaraan. Demikian pula jika kebetulan Nyepi jatuh pada hari Minggu, kebaktian di gereja tetap berlangsung sebagaimana mestinya, tapi para jemaat ke gereja tanpa kendaraan, dan kotbah pendeta atau pastor tanpa pengeras suara.

Ini terjadi dari dulu hingga sekarang. Demikian pula kegiatan-kegiatan sosial-budaya serta ekonomi (seperti sudah ditulis oleh sehat dengan reiki di blognya), pada hari Nyepi semuanya berhenti. Sementara lampu-lampu di rumah seluruh warga masyarakat hanya menyala di kamar yang ada bayi, orang sakit atau meninggal. Lain dari itu lampu padam semua!

Tanpa memandang dari sisi agama maupun status sosial, pada hari Nyepi ini seluruh warga masyarakat di Bali juga tidak memasak makanan apapun. Seluruh penduduk Bali melakukan kegiatan memasak sehari sebelum Nyepi untuk dijadikan “bekal” selama 24 jam. Maka demikianlah, pada hari Nyepi, Bali dengan segala dinamikanya memang sempurna dalam “ketiadaan”.

Inilah yang senantiasa patut menjadi catatan hidup warga masyarakat Bali dan Indonesia pada umumnya. Bahwa, jika seandainya kita pernah berpikir betapa abstraknya sebuah toleransi yang selama ini diwacanakan bangsa, hari raya Nyepi adalah salah satu wujud nyata toleransi itu. Bahwa, sungguh kita memiliki sebuah titik di mana “kebersamaan dalam berbagai perbedaan” itu bertemu pada bangsa ini. Nyepi, setidaknya bagi seluruh umat manusia di Bali adalah: sebuah rendezvous.

nanoq da kansas

8 komentar:

The Dexter mengatakan...

Benar sekali bang, aku baca di media. Hari raya Nyepi mampu memberikan pengiritan biaya hingga 3 milyar...
Andainya mau dibiasakan 6 bulan sekali yah...

Linda mengatakan...

indah sekali yaa kebersamaan dan toleransi yg dirasakan disana...

JO mengatakan...

AKu suka nyepi di beli. sehari buat menyepi dan merenung diri :)

Unknown mengatakan...

Perlu dilakukan bukan hanya di Bali saja kalo bisa ya bli'..

ingrid mengatakan...

wonderful!

eL mengatakan...

menakjubkan ya. obsesi baru : pengin merasakan nyepi di bali!

deFranco mengatakan...

Toleransi..terdengar sungguh menyejukkan ditengah iklim Indonesia yang sedang memanas belakangan ini...

situs poker mengatakan...

Mantap gan artikel nya :)

Agen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola
Agen Bola

Posting Komentar