Surat Keterangan Miskin dan Mimpi Seorang Golput

Beberapa malam yang lalu, seorang warga datang ke rumah. Dia ingin bertemu dengan adik saya yang kepala dusun. Tapi kebetulan adik saya sedang ke Pura Dalem karena ada persembahyangan bersama dengan para tokoh desa. Sayalah kemudian yang menyambut warga itu, mengajaknya ngobrol di amben depan.

Setelah agak lama kami ngobrol, saya merasa bahwa warga ini datang dengan suatu persoalan yang sedang dihadapinya. Sebab jika tidak, tentulah dia sudah sejak tadi pulang karena toh adik saya yang ingin ditemuinya tidak di rumah.

“Istri saya sedang hamil enam bulan. Ini hamilannya yang ketiga, karena alat KB kami kebobolan,” demikian akhirnya warga tersebut bercerita dengan tersipu-sipu setelah saya desak dengan halus.

Kemudian dia melanjutkan, “Kata dokter kandungan, anak kami ini akan lahir kembar. Saya ke sini untuk minta petunjuk dari Pak Kadus (Pak Kepala Dusun – panggilan warga untuk adik saya), bagaimana caranya agar kami nanti bisa mendapat keringanan biaya melahirkan di rumah sakit. Maksudnya, saya mau minta surat keterangan miskin dari desa. Karena besar kemungkinannya istri saya harus menjalani operasi saat melahirkan nanti.”

“Lho, kok saudara panik? Apakah saudara belum punya Kartu JKJ yang model terbaru?” Saya bertanya.

[JKJ adalah singkatan dari Jaminan Kesehatan Jembrana, sebuah program pelayanan kesehatan dari Pemerintah Kabupaten Jembrana untuk seluruh warga masyarakat Jembrana tanpa memandang kaya atau miskin. Untuk mendapatkan layanan ini, setiap warga bisa mengurusnya di Pemda dengan menunjukkan KTP dan Kartu Keluarga serta membayar premi hanya 20 ribu rupiah. Dengan memiliki Kartu JKJ ini, setiap warga masyarakat akan mendapat pelayanan kesehatan (pengobatan) gratis selama lima tahun. Pelayanan ini meliputi seluruh biaya obat dan biaya kamar kelas III di rumah sakit umum dan rumah sakit suasta di Kabupaten Jembrana, di klinik atau di dokter praktek suasta. Sejak diluncurkan tahun 2002, JKJ ini mula-mula terbagi dua, yaitu JKJ Pos Pelayanan Kesehanan (PPK) I dengan premi 10 ribu rupiah untuk pengobatan gratis tingkat pertama di RSU maupun di dokter praktek, yang kedua adalah JKJ Paripurna dengan premi 60 ribu rupiah per-tahun dengan pelayanan gratis rawat inap termasuk melahirkan hingga operasi. Sekarang kedua jenis JKJ ini sudah diganti dengan JKJ Paripurna yang baru, dengan premi 20 ribu rupiah per-lima tahun itu. Untuk mendapatkan Kartu JKJ ini, setiap warga harus datang langsung ke Dinas Kesehatan Jembrana, tidak bisa diwakilkan, karena yang bersangkutan mesti difoto untuk kemudian dipasang pada Kartu JKJ. Seperti orang mencari SIM].

“Terus terang, saya belum punya Kartu JKJ. Saya belum sempat mengurusnya, karena sebagai buruh kasar saya tidak sempat ke Pemda,” ujar warga itu.

Saya langsung bisa paham dengan persoalan warga ini. Lalu saya sarankan dia untuk lebih baik mengurus Kartu JKJ saja dulu daripada mencari surat keterangan miskin. Saya suruh dia untuk datang esok pagi menemui adik saya agar mendapatkan surat pengantar mengurus Kartu JKJ. Karena kebetulan kantor saya dekat dengan kompleks Pemda, saya berjanji akan mengantar dia dan istrinya ke Dinas Kesehatan.

Sepulang warga itu, saya nonton televisi. Di televisi nasional yang mengklaim dirinya sebagai “TV Pemilu” itu, saya menyaksikan beberapa tokoh partai politik di Jakarta sedang sibuk sekali berdebat. Mereka saling ngotot dan bahkan mengancam akan menuntut pemerintah atas keteledoran pelaksanaan pemilu legislatif beberapa waktu lalu. “Kita tidak bisa menerima, bahwa hak demokrasi rakyat ada yang dipotong. Banyak rakyat kita yang tidak bisa memilih gara-gara KPU tidak mencatat nama mereka di daftar pemilih tetap atau DPT. Kita harus selamatkan demokrasi!” Demikian seorang elit dari PDI Perjuangan dengan sengit mendebat seorang elit Partai Demokrat. Seru! Pokoknya elit PDIP itu tidak bisa menerima apapun yang dikatakan perwakilan Partai Demokrat.

Klik! TV saya matikan! Saya pergi tidur!

Dan saya bermimpi. Dalam mimpi itu saya melihat para elit bangsa ini, dari elit partai politik, elit pemerintah, elit ekonomi, elit budaya, elit agama, elit pendidikan dan semua semua semua elit berdebat menuntut diri mereka sendiri kenapa sudah sejauh ini negeri dan bangsa ini masih juga menyisakan puluhan juta rakyat miskin yang bahkan tidak mampu membiayai dirinya untuk berobat atau melahirkan anak.

Dalam mimpi itu, saya juga melihat mereka menyesali diri mereka sendiri, bahwa kenapa negeri ini begitu gampangnya menghabiskan dana 100 trilyun untuk berpesta politik dalam pemilu, tetapi tidak berani menyisihkan sepertiga saja dari jumlah itu untuk menanggung atau menggratiskan biaya kesehatan rakyat miskin.

Ya, saya terus bermimpi soal itu. Bahkan saking bagusnya mimpi itu, saya jadi takut untuk terjaga. Tetapi apalah artinya mimpi seorang golput bagi bangsa ini...

nanoq da kansas

12 komentar:

Bung Sigit mengatakan...

pertama nih..hehehehe
jadi tugas pemerintah nih..supaya penderitaan seperti itu harus segera ditangani,,

semoga aja nanti kalau istriku melahirkan atau berobat ga dipersulit oleh pihak dalam,,heheh

The Dexter mengatakan...

Aku temani mimpinya Bang, semoga menjadi sebuah keindahan tersendiri dengan terwujudnya mimpi itu.

JO mengatakan...

kasian juga sebenernya kalo ada golput di pemilu. tapi paling gak jadi pelajaran buat pemerintah bahwa masyarakat LELAH. betul begitu beli?

koelit ketjil mengatakan...

begitulah politik.. jangankan mikir rakyat.. caleg yg sudah setor duit buat partai aj dicuekin ketika dia gagal caleg trus stress.. coba klo dia berhasil jd caleg mk akan di agungkan namanya sebagai KADER TERBAIK PARTAI KAMI!!!..sial! kasihan betul.. caleg stress itu..habis stress (jadi) sepah trus dibuang.
mari kita tidur saj bli!

suryaden mengatakan...

bangun mas, segera antar bapak dan ibu itu untuk ngurus Kartu JKJ, ... dulu saya juga bingung untuk biaya kelahiran juga, siapa tahu duit kurang serasa dunia ini jadi sepi deh....

zener_lie mengatakan...

pesta demokrasi mungkin adalah hal yang penting. tapi kadang mereka lupa bahwa pesta tersebut untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan orang2x yang duduk di legislatif yang hanya mendulang kekayaan untuk dirinya sendiri.

aku memang bukan golput. tapi aku pusing dangan kegiatan politik kali ini. yang mana bilangnya hanya koalisi tapi pada kenyataan hanya keinginan untuk berkuasa bukan untuk kemakmuran rakyat tapi untuk dirinya.

balidreamhome mengatakan...

hhhh mimpi tentang ironi yang indah :-)

melati mengatakan...

Kapan yah kepentingan rakyat betul-betul menjadi perhatian para elit politik dan bukan sekedar pemanis bibir dan magnet untuk pemilih kala musim kampanye tiba... aku jenuh...

Unknown mengatakan...

yaah...udh biasa itu mah bli'
kita sesama golput gak bisa ngapa2in ya hahahah.... kasian juga bapak itu, moga2 dpt surat nya ya n bisa lahir dgn selamat n diberik keringanan dlm pembayaran

Pieter Silitonga mengatakan...

MAS ...KITA JANGAN GOLPUT DONG YA...KLO MAS NANO MAU GAK CALEG 2014..BIAR KITA BUAT DUSUN KITA SEMAKIN DAMAI DENGAN PROGRAM2 MELESTARIKAN LINGKUNGAN :)HEHEH

Arsyad Indradi mengatakan...

Ha ha ha sesungguhnya politik itu kotor sekali. Oya aku ingat isteriku hamil (yg pertama) ada tanda akan melahirkan yaitu mengeluarkan darah.Lalu isteriku cepat-cepat kubawa ke rumah sakit naik becak (tdk naik mobil. Tapi sesampainya di rumah sakit bidan mengatakan belum waktunya lahir masih beberapa hari lagi. Maka isteriku kubawa pulang. Pada tengah malam hujan pada lebat, aku jadi panik sebab perut isteriku sakit akan melahirkan.Tetangga jauh bagaimana aku minta tolong. Untung aku ingat sekitar 1 km dari rumahku ada bidan kampung. Tdk ada jalan lain terpaksa isteriku kutinggalkan sendiri mencari bidan kampung tsb berlari berbasah kuyup.Untung bidan kampung itu baik hati langsung kerumahku pakai jas hujan sambil juga berlari. Sesampainya di rumah keadaan isteriku sangat memperihatinkan, tangannya menahan kepala bayi yang sudah keluar. Alhamdulillah setelah pertolongan bidan kampung bayi selamat dan isteriku juga selamat.Aku menangis bersama tangisan bayiku.Aku menangis karena bahagia dan bersyukur. Anakku yang kedua dan ketiga juga oleh bidan rumah sakit dikatakan belum waktunya. Anakku yang kedua lahir tanpa bidan, untung bidan kampung cepat menolong. Anak yg ketiga bidan kampung kumalamkan dirumahku dan aku membantunya menekan-nekan perut isteriku pada dini hari isteriku melahirkan.Demikian Nanoq perkara hamil dan melahirkan aku tidak menyesalkan keadaanku yg tidak punya mobil maklum pegawai rendahan he he he

situs poker mengatakan...

nice sharing, gan :)

Agen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola
Agen Bola

Posting Komentar