Kembali ke Bumi

Tiga bulan terakhir, Agustus – Oktober yang lalu, saya meninggalkan bumi. Saya pergi, menyelinap dan suntuk di dalam sebuah dunia antah-berantah, sebuah dunia yang sejuk tenteram, sebuah dunia yang mirip dengan rahim ibu dimana segalanya terasa hangat, nyaman, tanpa masalah, bahkan tanpa mesti ada perhitungan-perhitungan.

Ya, sepanjang tiga bulan kemarin, saya pergi meninggalkan bumi, masuk ke dalam sebuah dunia bernama kesenian. Sepanjang tiga bulan kemarin itu, dapat dikatakan bahwa saya berada pada sisi paling asyik dari rangkaian prosesi kehidupan. Saya mengumpulkan orang-orang: sebagian anak-anak muda perkotaan dengan segala aksen urbannya, sebagian lagi masyarakat pedesaan dengan alur kehidupan mereka yang apa adanya. Lalu kami bekerja dengan sebuah alat yang bernama cinta, menciptakan sesuatu yang sedapat-dapatnya membuat hati senang. Ya, berkesenian adalah bekerja dengan cinta untuk membuat hati senang, membuat sejuk siapa saja, termasuk Tuhan!

Sepanjang tiga bulan kemarin kami tidak menginjak bumi. Tanpa menonton televisi, tanpa membaca surat kabar, tanpa mendengarkan radio, tidak berurusan dengan pemerintah, tidak berurusan dengan politik, bahkan tidak berurusan dengan menu makanan. Kami melayang, tenggelam, mengambang, meluncur, menyerupai partikel-partikel atom pada wilayah tanpa dimensi.

Tetapi sebuah pekerjaan, sebagaimana juga kehidupan, tentulah ada ujungnya. Pada akhirnya kami menyudahi pekerjaan selama tiga bulan itu. Saya dan orang-orang kembali ke bumi, kembali kepada tempat dan kondisi dimana kami semestinya. Kami kembali menonton televisi, kembali membaca surat kabar, mendengarkan radio dan berurusan dengan menu makanan di dapur masing-masing. Ya, saya dan siapa saja, hari ini harus iklas berada pada sebuah kekacauan yang indah bernama: indonesia!

nanoq da kansas