Liberalisasi Pendidikan

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang baru saja disahkan oleh DPR, telah membuka jalan bagi pihak luar (asing) untuk memegang saham sampai 49 persen untuk tiap satuan pendidikan tingkat menengah dan universitas. Kenapa hal ini bisa terjadi, konon karena pemerintah ingin mendorong proses liberalisasi atau privatisasi sistem pendidikan dengan sasaran agar sistem pendidikan dicanangkan secara demokratis, efisien, akuntabel, dan kompetitif.

Sampai pada wacana ini, secara sederhana dapat diartikan bahwa telah ada kesadaran pada pemerintah bersama DPR untuk menganggap pendidikan itu sebagai investasi. Ini sesuatu yang baik, karena pendidikan memanglah investasi bangsa yang bahkan tak bisa diukur secara nominal. Semakin baik proses pendidikan dan output pendidikan nasional, maka akan semakin baik pula arah serta hasil pembangunan berbangsa dan bernegara di segala bidang. Karena untuk menjadi madani, untuk sejahtera dan maju sejajar dengan negara-negara lain, tentulah pendidikan sebagai faktor utamanya.

Tetapi hal ini akan menjadi runyam, jika investasi di sini kemudian akan lebih dinikmati terjemahannya semata-mata sebagai lahan atau sektor terbuka bagi penanaman modal dan komoditas. Dan sejauh ini, inilah yang terbaca dari perilaku pemerintah maupun parlemen kita. Karena jujur harus diakui, sesungguhnya pemerintah saat ini sangat keteteran membiayai pembangunan di sektor pendidikan nasional. Berbagai wacana, program maupun komitmen untuk pendidikan telah dicetuskan pemerintah selama ini, tetapi hasilnya toh tetap jalan di tempat. Semua orang pun dengan mudah melihat dan merasakan, bahwa dunia pendidikan di Indonesia masih menjadi alat tawar-tawaran politik antara penguasa dengan parlemen. Bahkan pemerintah juga ternyata belum melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi untuk menyediakan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dalam APBN dan APBD 2008 ini. (Emile A Laggut, KOMPAS, Jumat, 26 Desember 2008)

Kembali kepada keberadaan UU BHP, maka sejak hari ini pun dapat dibayangkan, betapa akan ramainya investor menyerbu dunia pendidikan di negeri ini. Tujuan utamanya tentu saja untuk ikut meraih keuntungan sebesar-besarnya dari menjual infrastrukur, modul, hingga kurikulum kepada masyarakat atau rakyat Indonesia yang butuh pendidikan.

Efek buruk yang pertama, sudah pasti adalah polarisasi antara warga miskin dan kalangan kaya. Liberalisasi pendidikan akan semakin menjauhkan kebanyakan rakyat negeri ini untuk bisa ikut menikmati “pendidikan yang berkualitas” yang dijual oleh para penanam modal tersebut. Karena berbagai fasilitas dengan kategori layak jual yang mereka bawa ke negeri ini, sudah pastilah hitung-hitungannya mahal. Sebab kalau tidak mahal, dari mana mereka akan dapat untung agar saham mereka yang 49 persen itu bisa balik dan kemudian beranak-pinak? Sementara itu dalam hitungan sederhana tetapi riil, 35 persen rakyat negeri ini masih berada pada level “baru akan mampu”, 50 persen pada level “tidak/belum mampu”. Sisanya, 13 persen cukup kaya dan hanya 2 persen yang kaya (raya).

Efek buruk kedua – dan ini justru lebih berbahaya –, dunia pendidikan nasional akan kehilangan jatidiri, tergerus oleh kepentingan serta ideologi para penanam modal itu sendiri. Para penanam modal (terutama asing), tentulah datang ke negeri ini bukan semata-mata dalam keadaan polos mandiri, tetapi mereka juga tidak lepas dari pesan sponsor kepentingan negeri asalnya. Dan sebuah negeri, adalah sebuah ideologi. Sehingga mereka para penanam modal tersebut sekaligus juga merupakan agen-agen ideologi negerinya. Ideologi bisa berwajah politik, kapitalisme, maupun religi.

Inilah yang patut dicemaskan. Liberalisasi pendidikan akan dengan mudah membuat dunia pendidikan nasional kita disusupi berbagai ideologi asing yang sarat kepentingan dan nafsu ingin menguasai negeri kita secara halus. Awal-awalnya barangkali memang masih kompromi, tetapi kemudian akan berubah menjadi pencekokan. Dan kita tidak bisa berbuat apa-apa karena terlanjur menggadaikan diri demi mendapat pendidikan yang dianggap berkualitas. Maka dunia pendidikan nasional pun akan menjadi jalan lempang bagi misalnya: proses amerikanisasi, arabisasi, indianisasi, jepangisasi, jermanisasi, serta “sasi-sasi” lainnya atas Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan menjunjung tinggi kebudayaan nasional dalam semangat kebhinnekaan ini.

Hakikat pendidikan nasional seharusnya berada pada posisi mentransformasikan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang bersifat universal. Maka, mengutif pernyataan dari seorang penulis buku, peneliti bidang hukum dan masalah sosial politik, Emile A Laggut, dalam opininya yang dimuat KOMPAS, Jumat, 26 Desember 2008 lalu, sebaiknya sistem pendidikan nasional tetap mengacu konstitusi dan UU No. 20 Tahun 2003 yang mengatur prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan nasional yang demokratis, berkeadilan, manusiawi, tidak diskriminatif, serta menjunjung tinggi HAM dan nilai-nilai kultural.

Sekali lagi mengutip para bijak bestari, bahwa pendidikan nasional adalah mata air kehidupan bangsa yang harus dijaga kemurniannya. Jika mata air tersebut dibuat keruh dan dikotori, walau apapun alasannya, mau jadi apa nanti bangsa Indonesia?

nanoq da kansas

9 komentar:

Anonim mengatakan...

Ingat pengalaman tempo dulu bangsa asing membeli rempah-rempah,berdalih perniagaan. Pada perang dunia II tentara sekutu berdalih membantu mengusir Jepang. Semua ini ternyata ada udang di balik batu. Sejarah telah dilupakan menjadikan Pemerintah dan DPR kehilangan kepribadian. " Pada suatu masa akan terjadi badai pasang air laut karena hujan airmata yang tak pernah keringkering karena duka semesta ".

Anonim mengatakan...

rumahku dikelilingi oleh banyak sekolah.. ada sekolah swasta/asing yg biayanya nyaris tak terjangkau.. ada juga sekolah negri yang biayanya gratis..

saat anak2 dari 2 sekolah itu sama2 bermain, nggak keliatan perbedaan di antara mereka.. tapi saat masing2nya mengeluarkan buku pelajaran dan membicarakan mata pelajaran... keliatan jelas ketimpangannya...

miris ngeliatnya... sampai temenku ada yg bilang.. "mending nggak usah punya anak deh daripada nggak bisa nyekolahin.."

apa iya harus sampai begitu...?

Anonim mengatakan...

Terlepas dari apapun bentuk lembaga pendidikan kita nantinya, yang terpenting menurut saya adalah "pola pikir" kita terhadap pertanyaan ini : Untuk apakah kita bersekolah?
apakah supaya pintar?/ biar keren?/ karena diwajibkan pemerintah?/syarat cari kerja?/ syarat jadi perbekel atau caleg? dan banyak lagi jawaban yang lainnya tergantung pola pikir masing2
Jika ingin pintar, mengembangkan wawasan untuk mengapai masa depan lebih baik, tentunya harga bukan lagi masalah, jarak bukan lagi halangan, siapa penyelenggaranya tidak soal lagi.
Fakta, banyak orang sukses berasal dari keluarga sederhana.

Anonim mengatakan...

pemerintah gx mikir apa resikonya?!
sebeeel!!!
~TOLAK UU BHP!~

Agung Suryo mengatakan...

yah jamannya sekarang kan jaman matrealis. semua serba duit yang bicara kan om...

gmn neh kita harus melawan atao mekawan?

jemiro mengatakan...

dunia pendidikan akan kehilangan jati diri, sungguh menyeramkan :(

habbats mengatakan...

Terima Kasih sudah posting artikel yang bermanfaat. Semoga Sukses dan Silahkan Klik Tautan Dibawah Ini
MaduHabbatussaudaJual Minyak HabbatussaudaMinyak ZaitunProduk HabbatsProduk HerbalObat HerbalHabbatussauda Dosis TinggiHabbats.co.idHabbatsAozora Shop Onlinetoko onlineJual Baju AnakJual Baju BayiJual Baju DewasaJual Sepatu BayiJual Sepatu anak AnakJual Sepatu DewasaJual Perlengkapan BayiJual Perlengkapan Anak AnakJual Perlengkapan DewasaTupperwareTupperware MurahTupperware UpdateTupperware Bandung juaraJual TupperwareKatalog TupperwareJual Online TupperwareTupperware ResepTupperware katalog baruRaja Tupperware BandungCollection TupperwareMadu Anak SuperMadu Anak CerdasJual Madu Anak SuperPusat Jual Madu Anak SuperJual Madu SuperMadu Anak SuperJual Madu AnakToko Madu AnakAgen Madu Anak SuperDistributor Madu Anak Super

situs taruhan mengatakan...

Nice Posting gaan :)

Agen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola

silvimargaret mengatakan...

Selamat Siang, Ijin Post Yahh bossku
Tunggu Apalagi Segera Daftar dan Depositkan Segera Di E D E N P O K E R . X Y Z
- Minimal Deposit 15.000
- Bonus New Member 10.000
- Bonus Next Deposit 5%
- Bonus Rollingan 0,5%
- Bonus Refferal 10% (Seumur Hidup)
REAL PLAYER VS PLAYER !!!

Posting Komentar