Pemimpin yang Menjadi Penguasa

Catatan Akhir Tahun (1)
DALAM tatanan dan etika demokrasi, para pemimpin dipilih oleh rakyat, bukan berdasarkan keturunan atau dinasti. Rakyatlah yang memilih, menentukan siapa sosok atau figur yang cocok menjadi pemimpinnya. Bukan pemimpin yang memilih siapa-siapa yang cocok menjadi rakyatnya. Maka dalam negara demokrasi, para pemimpin adalah pejabat (untuk) publik, bukan penguasa publik. Para pejabat publik adalah milik rakyat, bukannya rakyat milik pejabat. Pejabat publik bertugas melayani kebutuhan rakyat, bukan rakyat yang harus melayani kebutuhan mereka. Dan, rakyatlah yang memiliki negara, bukannya negara yang dikuasai pejabat atau pemimpin.

Ya, para pejabat atau para pemimpin mulai dari lingkup terbawah hingga yang tertinggi – yang dipilih oleh rakyat, harus melayani rakyat karena mereka itu dibayar tenaga dan jasanya oleh rakyat. Gaji yang mereka terima berasal dari hasil aset dan usaha negara yang dimiliki rakyat yang kemudian pengelolaannya dipercayakan kepada mereka sebagai pemimpin atau pejabat. Jadi, semakin baik seorang pemimpin atau pejabat mengelola aset dan usaha negara, maka semakin besarlah pendapatan negara, dan semakin besarlah pula gaji yang bisa diterima para pemimpin atau para pejabat itu sendiri. Semakin goblok atau semakin curang para pemimpin atau pejabat mengelola negara, maka dia bahkan tak berhak menerima gaji (imbalan).

Seorang pemimpin yang baik, pintar, cerdas, jujur, bijaksana, adil, akan dipertahankan dan dihormati oleh rakyat. Ia akan dilindungi oleh rakyat dan akan dipilih kembali untuk menduduki jabatannya. Tetapi jika pemimpin itu ternyata goblok, bermental buruk, korup dan suka nyeleweng dari amanat rakyat, maka rakyat berhak sepenuhnya menurunkan dia. Rakyat berhak bahkan wajib menggantinya dengan orang lain yang lebih baik. Pemimpin yang buruk tidak akan dilindungi rakyat, tidak akan disayang rakyat, tidak akan dihormati rakyat.

DALAM etika demokrasi, selayaknyalah pemimpin dipilih langsung oleh rakyat. Memang ada kemungkinan lain, yakni rakyat memilih pemimpin melalui wakil-wakilnya di parlemen. Ini juga merupakan hal yang syah dan dapat dikatakan lebih praktis. Tetapi dalam praktiknya, cara ini sering bahkan senantiasa tidak aman dari distorsi kepentingan sesaat, dan malah menjadi kontraproduktif atas demokrasi itu sendiri. Suara para wakil rakyat seringkali terbeli oleh mereka yang ngebet jadi pemimpin. Dan karena jumlah wakil rakyat itu terbatas, maka perilaku jual-beli suara ini pun sangat mudah dilakukan. Maka bentrokan aspirasi antara rakyat dengan para wakilnya sendiri di parlemen pun akan terjadi.

Apabila suara rakyat ini sudah terbeli melalui wakil-wakilnya di parlemen, maka pada tataran inilah seorang pemimpin atau pejabat tidak lagi milik rakyat, tetapi rakyatlah yang dimiliki oleh pemimpin atau pejabat. Pemimpin berubah menjadi penguasa. Menguasai rakyat dan menguasai negara. Pemimpin atau pejabat yang menjadi penguasa, akan dengan sesuka hati boleh mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang sebagian besar bukan demi rakyat, tetapi demi kepentingannya sendiri, demi kelanggengan kekuasaannya. Demi kepentingan kelompok, bahkan yang lebih gila lagi demi kepentingan keluarga dan kerabatnya saja, yang dalam istilah menterengnya disebut kolusi dan nepotisme. Jadi, ketika pemimpin atau pejabat ini keberadaannya dari hasil pembelian suara, maka kedaulatan rakyat menjadi begitu tipis, gampang dilecehkan bahkan bisa dilenyapkan.

Rakyat yang kedaulatannya telah dilenyapkan, berarti rakyat yang boleh diperlakukan apa saja oleh para pemimpin atau pejabat. Tanpa kedaulatan, berarti rakyat adalah objek dari kepentingan pemimpin yang berubah menjadi penguasa. Padahal, dalam tatanan demokrasi rakyat adalah subjek, rakyat adalah pemilik, suara rakyat adalah suara Tuhan.

Ketika pemimpin berubah menjadi penguasa, betapa nasib rakyat menjadi begitu riskan di segala aspek. Perekonomian nasional hanya menjadi monopoli kalangan tertentu yang dekat dengan penguasa. Rakyat dinihilkan dari akses-akses permodalan. Para pengusaha kecil selalu hanya menerima sisa-sisa dari para konglomerat yang dengan leluasa mengelola aset-aset ekonomi nasional. Pertanian, perindustrian, pertambangan dan sebagainya, diarahkan sesuai kepentingan ekonomi pemilik modal besar. Kepentingan ekonomi rakyat bahkan hanya menjadi tunggangan konglomerat yang menjadi kroni penguasa untuk membagi-bagi dana investasi yang disediakan negara.

Ketika pemimpin menjadi penguasa, dalam hal kebijakan pertahanan dan keamanan, rakyat seringkali menjadi bulan-bulanan dengan alasan demi keamanan negara. Rakyat tidak boleh kritis. Rakyat tidak boleh protes. Rakyat tidak boleh menolak apapun kemauan penguasa. Segala kebijakan mengenai keamanan adalah absurd, di mana dalam wacananya adalah demi keamanan negara, padahal di sebaliknya adalah demi keamanan kekuasaan itu sendiri. Partai politik saja bisa diseragamkan. Maka dikenallah istilah single mayority. Hanya boleh ada satu partai besar yang berkuasa. Partai-partai lainnya (kalau ada) hanyalah “pelengkap penderita” yang memang sengaja dipelihara penguasa sebagai kamuflase politik agar sekedar kelihatan demokratis saja.

Ketika pemimpin menjadi penguasa, di sanalah puncak penderitaan demokrasi. Puncak penganiayaan demokrasi. Puncak pelecehan kedaulatan rakyat. Pemerintahan menjadi totaliter. Dan negara yang totaliter, dari kulit luar tampak begitu aman sentosa, tetapi rohnya tidak lebih dari kumpulan jiwa-jiwa rakyat yang rapuh teraniaya, tak diberi ruang untuk berdaya.

ADAKAH hal seperti itu terjadi di Indonesia? Jawabannya adalah keiklasan untuk belajar pada sejarah masa lalu dan kenyataan hari ini. Jawabannya adalah bahwa semua orang harus belajar mengenal diri sendiri sebagai warga negara. Dari sana bangsa ini berkontemplasi dan introspeksi, dalam negara macam apakah bangsa ini tinggal? Kalau negara demokrasi, sudahkah bangsa (rakyat) merasa kedaulatannya terpenuhi? Sudahkah rakyat juga sadar akan hak dan kewajibannya untuk menjaga demokrasi itu sendiri? Karena, jangan-jangan rakyat itu sendiri yang sesungguhnya tak pernah siap berdemokrasi.

Asumsi yang terakhir ini bisa benar apabila kita melihat kecendrungan bahkan kenyataan hari ini. Bahwa betapa gampangnya kini para wakil rakyat terbeli secara politis oleh kekuatan-kekuatan tertentu.

Sementara itu di akar rumput, juga betapa mudahnya suara rakyat dibeli. Hanya dengan sepotong baju kaos warna tertentu, rakyat sudah bisa dikuasai secara pisik dan psikologis. Hanya dengan sebuah baju kaos, seseorang dengan mudah menggiring rakyat untuk memilih dirinya menjadi pemimpin atau mendapatkan jabatan sebagai wakil rakyat itu sendiri. Dan ketika sudah terpilih, dia yang terpilih itu pun segera merubah posisinya menjadi penguasa atas rakyat yang dulu dibelinya untuk memilih. Maka tidaklah perlu marah kalau kini kita sering mendengar seloroh bahwa Indonesia hanyalah sebuah negara yang selalu berpura-pura berdemokrasi. Karena dalam realitasnya, hingga saat ini tak ada wakil rakyat yang tak terbeli, tak ada rakyat yang tak terbeli, tak ada pemimpin atau pejabat serta elit yang tidak menjadi penguasa!
dusun senja, desember 2008
nanoq da kansas

8 komentar:

Anonim mengatakan...

bukankah pilihan menjadi penguasa itu selalu tampak lebih menarik, bli.
makanya pada berbondongbondong merebut kursi penguasa.
hehehe

tyasjetra mengatakan...

orang yang terpilih utk memimpin bangsa ini seharusnya justru menjadi pembantu, pengabdi dari rakyat.. bukannya justru bernafsu utk jadi penguasa...

tapi yg namanya manusia, susah nyari yg nggak silau akan harta, kuasa dan kedudukan....

tinggal kita sebagai rakyat yang harus jadi lebih pinter n gak mau begitu aja dikuasai....

Anonim mengatakan...

saya rasa menjadi penguasa / pemimpin sbuah negara sebenarnya merupakan hal yang tidak mudah. suatu beban mental yang luar biasa. slalu menjadi sorotan publik dan sgala tingkah lakukan menjadi bahan pembicaraan.

itulah sebabnya mengapa hal jelek sekcil apapun yang di lakukan oleh beberapa penguasa akan berubah menjadi opini yang negatif terhadap seluruh penguasa. padahal hal tersebut di lakukan oleh segelintir orang.

Oleh karena itu smuanya kita kembalikan kepada rakyat dan diri kita masing2 untuk memandangnya dari sudut yang mana..

Tentu sbagai masyarakat yang cerdas dapat menilainya dengan baik..dan pilih lah pemimpin dengan sbaik2nya.jgn lupa.. dilarang golput salurkan aspirasi muu...

Unknown mengatakan...

pemimpin dan penguasa, sangat tipis bedanya. Kemungkinan bergeser itu pasti saja ada saat-saat tertentu oleh berbagai faktor. (tdk usah dirinci ya..)

Unknown mengatakan...

kata leluhur2 saya jadi pemimpin harus mampu menempati 3 kelas. atas, tengah, dan bawah. jika dia hanya di atas maka hanya jadi penguasa saja dia. dan hal yg paling mudah adalah hanya ada di atas. semakin turun makin sulit di kerjakan.
semoga kita mampu jadi pemimpin yang baik.

salam kenal mas nanoq,..
saya suka baca puisi2nya mas

habbats mengatakan...

Terima Kasih sudah posting artikel yang bermanfaat. Semoga Sukses dan Silahkan Klik Tautan Dibawah Ini
MaduHabbatussaudaJual Minyak HabbatussaudaMinyak ZaitunProduk HabbatsProduk HerbalObat HerbalHabbatussauda Dosis TinggiHabbats.co.idHabbatsAozora Shop Onlinetoko onlineJual Baju AnakJual Baju BayiJual Baju DewasaJual Sepatu BayiJual Sepatu anak AnakJual Sepatu DewasaJual Perlengkapan BayiJual Perlengkapan Anak AnakJual Perlengkapan DewasaTupperwareTupperware MurahTupperware UpdateTupperware Bandung juaraJual TupperwareKatalog TupperwareJual Online TupperwareTupperware ResepTupperware katalog baruRaja Tupperware BandungCollection TupperwareMadu Anak SuperMadu Anak CerdasJual Madu Anak SuperPusat Jual Madu Anak SuperJual Madu SuperMadu Anak SuperJual Madu AnakToko Madu AnakAgen Madu Anak SuperDistributor Madu Anak Super

situs taruhan mengatakan...

Nice Posting gaan :)

Agen Bola
Agen Poker
Agen Sbobet
Agen Judi Bola
Bandar Bola
Situs Taruhan Bola
Website Taruhan
Website Taruhan
Agen Bola
Agen Poker
Bandar Bola

silvimargaret mengatakan...


Selamat Siang, Ijin Post Yahh bossku
Tunggu Apalagi Segera Daftar dan Depositkan Segera Di E D E N P O K E R . X Y Z
- Minimal Deposit 15.000
- Bonus New Member 10.000
- Bonus Next Deposit 5%
- Bonus Rollingan 0,5%
- Bonus Refferal 10% (Seumur Hidup)
REAL PLAYER VS PLAYER !!!

Posting Komentar